Beranda | Artikel
Adab Duduk Di Dalam Majlis
Sabtu, 17 September 2022

 ADAB DUDUK DI DALAM MAJLIS

1. Dianjurkan untuk memperbanyak dzikir pada majlis-majlis pertemuan, serta dilarang duduk ditempat yang tidak disebut Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala padanya, hal itu sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

مَامِنْ قَـوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ فِيْهِ إِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ َوكَانَ لَهُمْ حَسْرَةٌ

Tidaklah sekelompok kaum beranjak dari tempat duduknya yang tidak disebutkan di dalamnya nama Allah, melainkan seakan mereka beranjak dari bangkai keledai dan mereka berada dalam kerugian“.[1]

2. Ada jeda waktu dalam memberikan nasehat dalam majlis sebab dikhawatirkan akan membosankan. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu sesungguhnya ia menyampaikan ceramah setiap hari kamis, kemudian seseorang berkata kepadanya: “Wahai Abu Abdur Rahman kami sangat menyukai dan menyenangi mendengarkan ceramahmu. Kami berharap seandainya engkau menyampaikan ceramahmu setiap hari, kemudian ia berkata: “Tidak ada halangan bagiku untuk berceramah setiap hari kepada kalian, akan tetapi aku takut kalian bosan, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jeda waktu dalam memberikan nasehat kepada kami karena takut membosankan kami.

3. Memilih teman yang baik untuk duduk bersamanya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

اَْلمَرْءُ عَلىَ دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَاِللْ

Kebaikan agama seseorang sangat tergantung pada agama temannya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapakah yang menjadi sahabat karibnya“.[2]

4. Mengucapkan salam kepada orang yang ada dalam majlis tatkala masuk dan keluar darinya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

إِذِا اْنتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى مَجْلِسٍ فَلْيُسَلِّمْ فَإِنْ بَدَا لَهُ أَنْ يَجْلِسَ فَلْيَجْلِسْ ثُمَّ إِنْ قَامَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتِ اْلأُوْلَى بِأَحَقَّ مِنَ اِلآخِر

Bilamana kalian telah sampai pada sebuah majlis hendaklah mengucapkan salam, dan apabila ingin duduk maka duduklah, kemudian apabila ingin pergi maka ucapkanlah salam, sebab bukanlah yang pertama itu lebih berhak daripada yang terakhir“.[3]

5. Di makruhkan membangunkan seseorang dari tempat duduknya kemudian dia menempati tempat duduk tersebut, karena ada hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

لا يُقِيمُ الرجلُ الرجلَ من مَجْلِسِهِ، ثم يجلس فيه، ولكن تَفَسَّحُوا، وتَوَسَّعُوا

Janganlah seseorang membangunkan orang lain yang sedang duduk (dari tempatnya yang semula) kemudian dia duduk padanya, akan tetapi bergeserlah dan berlapanglah“.[4]

Ibnu Umar Radhiyallahu anhu membenci orang yang  membangunkan orang yang sedang duduk kemudian ia menempati tempat itu.

6. Berlapang-lapang dalam majlis sesuai dengan keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِي اْلمَجَالِسِ فَافْـسَحُوْا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman bilamana dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis” maka lapangkanlah niscaya Allah memberikan kelapangan untukmu”.[5]

7. Tidak diperbolehkan memisahkan dua orang melainkan atas seizin mereka berdua sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

لاَ يَحِلُّ ِلرَجُلٍ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَ اْثنَيْنِ إِلاَّ بِإِذْنِهِمَا

“Tidak halal bagi seseorang memisahkan dua orang melainkan atas izin mereka berdua”.[6]

8. Duduk pada tempat di mana dia sampai padanya, sebagaimana perkataan Jabir bin Abdullah semoga Allah meridhai mereka berdua:

كنَّا إذا أتينا النَّبيَّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ جلسَ أحدُنا حيثُ ينتَهي.

Bilamana kami mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka salah seorang diantara kami duduk pada tempat dia sampai padanya“.[7]

Dan Ibnu Umar Radhiyallahu anhu bilamana seseorang berdiri untuknya dari majlisnya maka ia tidak mau duduk pada tempat tersebut.

9. Sebaik-baik tempat duduk adalah tempat yang paling luas, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abdur Rahman bin Abi Amrah Al Ansori beliau berkata: Abu Said Al Khudriy mengantar jenazah, dia telah datang terlambat di mana oang-orang telah menempati tempat duduknya masing-masing, ketika orang-orang melihat kedatangannya mereka segera menyingkir dari tempat tersebut sehingga sebagian orang berdiri untuk memberikan tempat duduk baginya, lalu ia berkata: Janganlah (engkau hal lakukan hal ini) sesungguhnya aku mendengar Rasaulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

خَيْرُ الْمَجَاِلسِ أَوْسَعُهَا ثُمَّ تَنَحَّى فَجَلَسَ فَي مَجْلِسٍ وَاسِعٍ

((Sebaik-baik tempat duduk adalah tempat yang paling luas)) kemudian dia menjauh dan duduk di tempat yang luas“.[8]

10. Dilarang mendengarkan pembicaraan orang lain tanpa seizin orang yang bersangkutan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَمَنِِِ اسْتَمَعَ إِلَى قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ أَوْ يَفِرُّوْنَ مِنْهُ صُبَّ فِي أُذُنِهِ اْلآنُكَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ

Barang siapa yang mendengarkan pembicaraan suatu kaum sedangkan mereka membencinya atau beranjak darinya niscaya dituangkan pada kedua telinganya timah mendidih di hari kiamat[9]

11. Ada beberapa posisi duduk yang dilarang seperti : Seseorang meletakkan tangan kirinya dibelakang punggungnya, lalu bersandar pada daging tangan kanannya, yaitu pangkal ibu jari ;  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai duduknya orang-orang yang dimurkai (Yahudi)[10]

عَنْ أَبِيهِ الشَّرِيدِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ مَرَّ بِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا جَالِسٌ هَكَذَا وَقَدْ وَضَعْتُ يَدِىَ الْيُسْرَى خَلْفَ ظَهْرِى وَاتَّكَأْتُ عَلَى أَلْيَةِ يَدِى فَقَالَ « أَتَقْعُدُ قِعْدَةَ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ ».

Dari [bapaknya, Asy Syarid] bin Suwaid, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melintas didepanku sementara aku sedang duduk dengan posisi tangan kiri dibelakang punggungku dan aku bersandar kepada jempol tanganku, lalu beliau berkata kepadaku: “Apakah kamu duduk dengan cara duduknya الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ (orang yang dimurkai Allah)?” [Hadits Riwayat Ahmad]

Juga dilarang duduk di bawah bayang-bayang matahari, sebab tempat tersebut adalah tempat duduknya setan.[11]

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى أَنْ يُجْلَسَ بَيْنَ الضِّحِّ وَ الظِّلِّ وَ قَالَ مَجْلِسُ الشَّيْطَانِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang duduk di antara tempat yang terkena panas dan tempat yang terkena naungannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Itu adalah tempat duduknya setan.’” [HR. Ahmad 15421, shahih oleh Syuaib al-Arnauth]

12. Dilarang banyak tertawa, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُكْثِرُوْا مِنَ الضَّحِكِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ

Janganlah banyak tertawa sebab banyak tertawa dapat mematikan hati“.[12]

13. Dilarang berbisik-bisik dengan dua orang dengan menghiraukan orang ke tiga sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

لاَ َيتَنَاجَ اْثَنَانِ دُوْنَ الثَّالِثِ فَإِنَّ ذلِكَ يُخْزِنُهُ

Janganlah dua orang berbisik-bisik dengan meninggalkan orang ketiga sebab hal itu dapat membuatnya sedih“.[13]

التناجي adalah dua orang berbicara dengan bisik-bisik dengan menghiraukan orang ketiga.

14. Dimakruhkan bersendawa di depan orang lain, sebagaimana dalam hadits bahwasanya seseorang bersendawa di samping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau bersabda:

كُفَّ عَنَّا جَشَاءَكَ فَإِنَّ أَكْثَرَهُمْ شَبْعًا فِي الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوْعًا يَوْمَ اْلِقَياَمَةِ

Tahanlah bersendawamu dari kami, sebab sesungguhnya mereka yang paling banyak kenyang di dunia dan akan paling lama lapar  di akhirat“.[14]

15. Tidak banyak menoleh ke segenap penjuru majlis sehingga menjadi perhatian orang lain.

16. Termasuk adab dalam duduk adalah tidak menjulurkan kaki dihadapan orang banyak kecuali ada uzur atau halangan.

17. Imam Bukhari rahimahullah berkata: (Babu Ma Yukarohu Minas Samri Ba’dal Isya’/Bab dimakruhkan bercakap-cakap setelah shalat Isya) kemudian beliau membawakan hadits Abi Barzah Al Aslami radhiallahu anhu bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelumnya dan bercakap-cakap setelahnya. (yaitu setelah sholat Isya.Yang dimaksud dengan bercakap-cakap dalam terjemahan diatas adalah bercakap-cakap dalam perkara yang diperbolehkan, sebab perkara yang haram tidak dikhususkan dengan setelah sholat Isya bagi larangan perbuatan tersebut, bahkan haram membicarakannya di setiap saat. Umar bin khottob radhiallahu anhu pernah memukul seorang yang melakukan hal itu sambil berkata: Apakah pantas kau bercakap-cakap pada permulaan malam kemudian tertidur pada akhir malam”.[15]

18. Disunnahkan menutup majlis dengan do’a kafarotul majlis sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

مَنْ جَلَسَ فَي مَجْلِسٍ فَكَثُرَ فِيْهِ لَغَطُهُ فَقَالَ قَبْلَ أَنْ يَقُوْمَ سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ  إِلَيْكَ إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ لَهُ مَاكَانَ فِي مَجْلِسِهِ ذلِكَ.

Barang siapa yang duduk disuatu majlis yang didalamnya terdapat banyak senda guraunya kemudian berdo’a sebelum beranjak:  سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ  إِلَيْكَ  ((Maha suci Engkau ya Allah dengan segala puji bagimu aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah selain Engkau aku meminta ampun dan bertaubat kepada-Mu)) melainkan Allah akan menghapus segala kesalahan yang ada di majlis tersebut”[16]

[Disalin dari آداب المجلس  Penulis Majid bin Su’ud al-Usyan, Penerjemah : Muzafar Sahidu bin Mahsun Lc., Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]
______
Footnote
[1]  HR Abu Daud no: 4855 berkata Al Albani Hadits ini hadits shahih
[2] HR Abu Daud no:4833 dan dihasankan oleh Al Albani
[3]  HR At Tirmidzi no:2706 ia berkata hadits ini hadits hasan. Berkata Al Albani hadits ini  hasan shahih
[4]  HR Bukhari no:6270 dengan memakai lafadz darinya.
[5]  QS Al Mujadalah : 11
[6]  HR Abu Daud no: 4845 dan Al Albani berkata:Hadits ini Hasan shahih
[7]  HR Abu Daud no: 4825 dan dishahihkan oleh Al Albani
[8]  Al Albani menshahihkan hadits ini dalam kitab silsilah hadits shahih
[9]  HR Bukhari no: 7042 dengan memakai lafadz darinya
[10]  HR Ahmad no:18960 dan Abu Daud 4848 serta di shahihkan oleh Al Albani
[11]  Silsilah hadits shahihah no : 838
[12]  HR Ibnu Majah no:4193 dan dishahihkan oleh Al Albani no:3400
[13]  HR.Bukhari no:6288 Muslim no:2183
[14]  HR. At-Tirmidzi no: 2478 dan di hasankan oleh Al-Albani no:3413
[15] Fathul Bari Ibnu Hajr Juz 2 hal 73
[16]  Shohih kalim tayyib karangan Syekh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang di petik oleh Muhamad Nasirudin Al Albani


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/61351-adab-duduk-di-dalam-majlis.html